KISAH PARA SHAHABIYAH RASULULLAH SAW : HAFSHAH BINTI UMAR R.A

 

HAFSHAH BINTI UMAR R.A Wanita Yang Gemar Berpuasa Dan Shalat


Dari Bani Sahm yang ikut serta dalam perang Badar hanyalah seorang sahabat yang mulia, Khunais bin Hadzafah bin Qais bin Adi as-Sahmi al-Qurasyi. Dia termasuk orang yang berhijrah dua kali, pertama berhijrah ke Habasyah bersama orang-orang Muhajirin angkatan pertama kesana, kemudian ke Madinah. Ikut serta dalam perang Uhud kemudian sesudahnya dia Wafat di Darul Hijrah ( Madinah ) karena luka yang dia dapatkan dalam perang Uhud, dia meninggalkan istrinya, Hafshah binti Umar bin al-Khathab R.A.


Umar sangat sedih atas nasib putrinya yang menjanda dalam usia muda, 18 Tahun. Umar R.A semakin prihatin melihat kejandaan memakan masa mudanya, menghisap semangatnya mencekik keceriaannya. Sesudah pertimbangan Panjang Umar R.A memutuskan untuk mencarikan suami pada putrinya. Umar R.A mendatangin Abu Bakar R.A dan menawarkannya namun Abu Bakar R.A tidak menjawab apapun, lalu Umar R.A menawarkannya kepada Utsaman bin Affan R.A dan dia menjawab, “Sepertinya Aku Belum Hendak Menikah Hari Ini.” Umar R.A menyimpan kejengkelan terhadap keduanya, maka Beliau mengadukan keadaannya kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda,

 

“Yang Menikahi Hafshah adalah orang yang lebih baik dari pada Utsman dan Utsman sendiri menikahi orang yang lebih baik dari Hafsah.” (H.R. al-Bukhari, no.5122)

 

Setelah Rasulullah SAW menikahi Hafshah R.A, Umar R.A bertemu Abu Bakar R.A, maka Abu Bakar R.A berkata, “Jangan engkau marah kepadaku, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menyebut Hafshah, aku sendiri tidak patut membuka rahasia Rasulullah SAW, seandainya beliau meninggalkannya niscaya aku menikahinya.”

 

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mentalak Hafshah R.A satu kali talak, kemudian beliau merujuknya atas perintah Malaikat Jibril A.S, dia berkata

 

“Sesungguhnya dia adalah wanita yang gemar berpuasa dan Shalat. Dan dia itu istrimu di syurga.” ( H.R Abu Dawud, no.2283  dan Ibnu Majah, no.2601 )


Hafishah dengan bapaknya memiliki sikap-sikap besar yang menunjukkan bahwa mereka berdua adalah orang yang Zuhud, berpaling dari dunia secara total, mengisyaratkan kebersihan jiwa keduanya.

Suatu hari Hafshah melihat bapaknya berada dalam kehidupan yang sulit, lalu dia berkata kepada bapaknya, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya engkau memakai pakaian yang lebih lunak dari pakaianmu ini.” Maka Umar R.A menjawab “Aku akan terus menentangmu ( dalam masalah ini ). Tidakkah kamu ingat bagaimana Rasulullah SAW hidup dengan kehidupan yang sulit ?” Umar R.A terus mengingatkannya hingga Hafishah R.A pun menangis.

 

Sesudah Rasulullah SAW berpulang ke ar-Rafiq al- A’la, Hafishah R.A dipilih diantara Ummahatul Mukminin untuk menyimpan naskah manuskrip al-Qur’an, hal itu manakala Umar R.A mengusulkan kepada Abu Bakar R.A agar segera mengumpulkan apa yang terserak dari al-Qur’an dari berbagai lembaran sebelum zaman semakin jauh dari masa turunnya dan para penghafal angkatan pertamanya Wafat, maka Abu Bakar R.A mengumpulkan mushaf yang mulia dan menyimpannya pada Hafshah R.A.

 

Hafshah R.A menyaksikan kemulian besar bapaknya dan jasa-jasanya bagi islam dan kaum Muslimin. Syam, Irak, Mesir ditaklukkan pada masanya, sebelum akhirnya Umar bin Khattab Wafat Tahun  23 H. Umar menyerahkan perkara Khilafah kepada ke enam orang sahabatnya dan akhirnya sepakat menyerahkan kepada Utsman bin Affan R.A yang dizamannya terwujud penyatuan huruf Mushaf dan penulisannya dari Mushaf yang disimpan oleh Hafshah R.A.

 

Hafshah R.A wafat di masa Mu’awiyah bin Abu Sufyan R.A Tahun 41 dan ada yang berkata Tahun 45 H.


0 Comments