Diasaat agama Islam sudah mulai tersiar di luar jazirah Arab,
banyak pemimpin negara atau pemimpin agama yang ingin mengetahui langsung untuk
mengenal Islam lebih dalam. Hampir setiap hari Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam kedatangan tamu-tamu asing dan tak dikenal sebelumnya oleh para
sahabat.
Suatu saat Rasulullah kedatangan tamu yang merupakan utusan
dari berbagai negara dan sengaja datang untuk berdiskusi tentang Islam. Para
utusan tersebut datang mengendarai kendaraan yang mahal dan mewah zaman itu,
yakni unta dengan ukuran yang besar, sehat dan gemuk.
Unta-unta tersebut ditambatkan di depan kediaman Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam. Di dekat tempat itu tampak beberapa sahabat sedang duduk menjaga
unta yang sedang parkir tersebut. Di antaranya sahabat yang ada adalah paman
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, yakni Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib.
Selang beberapa waktu, lewatlah Nu’aiman dengan santai. Hamzah
pun menegurnya, “Wahai Nu’aiman, akan ke mana kamu? Kemarilah, ada yang akan
aku bicarakan denganmu,” ucap Hamzah.
Lalu Nu’aiman mendatangi Hamzah. Sambil memberi seuntai kurma
yang sudah sangat matang dan kering, Hamzah melanjutkan ucapannya.
“Lebih enak daging unta daripada kurma ini menurutku dan
bukankah sudah lama sekali kita tidak makan daging unta?”
Tiba-tiba mata Nu’aiman tertuju pada unta-unta yang sedang
diparkir di sebelah rumah Rasulullah. “Unta siapa itu?” tanya Nu’aiman pada
Hamzah, “Tamu Rasulullah,” jawab Hamzah singkat.
Menyembelih
Unta Tamu Rasul
Nu’aiman pergi begitu saja, dalam hatinya membenarkan bahwa
telah lama tidak makan daging unta yang lezat. Tanpa berfikir panjang, unta
tamu Rasulullah itu pun dia sembelih. Lalu Nu’aiman mendekati para sahabat yang
masih duduk seperti keadaan semula.
Kemudian Nu’aiman berkata tanpa ragu sedikitpun, “Adakah di
antara kalian yang masih tertarik dengan daging unta?”, sambil tangannya
menunjuk pada unta yang paling besar gemuk dan kepalanya sudah tergeletak di
tanah setelah disembelih.Awalnya para sahabat bingung dengan ucapan Nu’aiman
tersebut, namun setelah melihat unta tergeletak bersimbah darah, mereka kaget
dan tidak percaya atas apa yang telah terjadi.
Di antara tamu itu ada yang keluar dari dalam rumah, kemudian
betapa terkejut ketika melihat salah satu dari untanya ada yang mati
disembelih. Kemudian tamu tadi kembali masuk ke dalam rumah Rasulullah dan
keluar lagi bersama Rasulullah.
Belum lagi Rasulullah berucap sepatah kata pun, para sahabat
berkata, “Ya Rasulallah, ini ulah Nu’aiman.” Rasulullah pun memerintahkan
beberapa sahabat untuk mengganti unta yang disembelih itu dua kali lipat dan
lebih bagus.
Nu’aiman sadar kalau ulahnya menyebabkan ia akan dimarahi oleh
Rasulullah, sehingga dia lari untuk bersembunyi hingga ke luar perbatasan kota
Madinah. Setelah sampai di perbatasan kota, dia melihat salah seorang sahabat Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bernama al-Miqdad yang ketika itu sedang
membersihkan sumur rumahnya.
Dia dekati al-Miqdad kemudian menyapa, “Bolehkah aku masuk ke
dalam sumurmu?” “Ada apa sebenarnya yang terjadi sehingga engkau ingin masuk ke
dalam sumurku seolah hendak bersembunyi,” kata Al-Miqdad.
Nu’aiman lalu menceritakan kejadian sebenarnya dan alasannya
bersembunyi, al-Miqdad pun mengizinkan. Sebelum masuk ke dalam sumur, Nu’aiman
memohon pada al-Miqdad agar tak memberitahukan kepada siapa pun tentang keberadaannya,
termasuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
0 Comments